Perusahaan AI Meninggalkan “AGI”: Perubahan Citra Superintelligence

13

Obsesi industri teknologi untuk mendefinisikan dan mengejar “Artificial General Intelligence” (AGI) perlahan-lahan runtuh. Para CEO, yang dulunya sangat ingin menyebut AGI sebagai tujuan akhir, kini secara aktif menghindari istilah tersebut dan menggantinya dengan serangkaian label kepemilikan yang membingungkan. Hal ini bukanlah perubahan ambisi, namun sebuah pengakuan bahwa istilah aslinya telah menjadi tidak jelas dan beracun secara politik.

Masalah dengan AGI

Selama bertahun-tahun, AGI mewakili AI yang menyamai atau melampaui kecerdasan manusia. Namun, semakin canggih AI, definisi ini semakin kurang bermakna. Seperti yang diungkapkan oleh Jeff Dean dari Google, “Banyak orang memiliki definisi yang berbeda-beda tentang masalah ini, dan tingkat kesulitan masalahnya bervariasi hingga jutaan kali lipat.” Ketidakjelasan ini menciptakan masalah praktis: Microsoft dan OpenAI harus menulis ulang kontrak mereka untuk menyertakan “panel ahli independen” untuk memverifikasi klaim AGI. Menghindari istilah ini sama sekali lebih mudah.

Banyaknya Label Baru

Alih-alih AGI, perusahaan justru mendorong branding mereka sendiri. Meta mengubah nama upayanya menjadi “Personal Superintelligence” (PSI), Microsoft mengadopsi “Humanist Superintelligence” (HSI), Amazon mengejar “Useful General Intelligence” (UGI), dan Anthropic berfokus pada “AI yang Kuat”. Perubahan merek ini bukan sekedar kosmetik; hal ini mencerminkan kemunduran strategis dari ketakutan publik dan ambiguitas kontrak.

Mengapa Terjadi Pergeseran?

Label AGI membawa beban: ketakutan eksistensial selama bertahun-tahun, skenario hari kiamat, dan implikasi bahwa AI dapat dengan cepat melampaui kendali manusia. Perusahaan menyadari bahwa menghebohkan “kecerdasan super” sekaligus mengakui risikonya tidak membangkitkan kepercayaan investor. Dengan melakukan rebranding, mereka menghindari ketakutan tersebut sambil tetap mengejar tujuan mendasar yang sama.

Masa Depan Terminologi

Industri ini kini memiliki beragam istilah yang membingungkan, termasuk “Kecerdasan Super Buatan” (ASI) dan berbagai definisi kepemilikan. Perlombaan untuk mendefinisikan potensi AI sedang berlangsung, namun kali ini, fokusnya adalah pada pemasaran, bukan pada ketelitian ilmiah. Perubahan nama AGI merupakan tanda yang jelas bahwa pencarian superintelligence akan terus berlanjut, dengan nama yang tidak terlalu kontroversial.

Sektor teknologi diam-diam telah bergerak maju, menggantikan pragmatisme yang berlebihan. Perubahan citra AGI merupakan peralihan dari peringatan eksistensial menuju masa depan di mana kemampuan AI dijual sebagai alat, bukan ancaman.